Wednesday, March 2, 2016

Filled Under:

Subhanallah!! TIGA bulan Jalankan Hukum Allah, Brunei Temukan Ladang Gas Untuk 70 Tahun





#$• “Di malam hari, saat mereka sedang tidur“, yaitu ‘saat mereka lengah, terpedaya, dan sedang beristirahat’;

• “Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?”, maksudnya ‘apa gerangan hal yang membuat mereka merasa aman, padahal mereka telah melakukan berbagai faktor penyebab yang bisa mendatangkan bencana itu; mereka telah melakukan dosa-dosa yang sangat buruk, sehingga bagaimana mungkin mereka tidak diganjar dengan kebinasaan setelahnya?’;

• “Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)?” maksudnya ‘ketika mereka dilenakan dari arah yang tidak mereka duga, dan Allah menyiksa mereka; sesungguhnya, tipu daya Allah begitu kuat’;

• “Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”, maksudnya ‘maka sesungguhnya, orang yang merasa aman dari makar Allah adalah orang yang tidak membenarkan adanya balasan atas amalan yang telah dikerjakan. Dia juga tidak beriman dengan penuh kesungguhan kepada para rasul. Ayat yang mula ini menakut-nakuti secara umum, agar hendaknya para hamba tidak merasa aman dengan keimanan yang dimilikinya.
Akan tetapi, mereka senantiasa takut dan khawatir jika dirinya didera ujian yang dapat memberangus imannya. Juga, hendaklah dia senantiasa berdoa dengan mengatakan, ‘Wahai Dzat yang membolak-balik hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu,’ serta hendaknya dia beramal dan berusaha dengan menempuh setiap sebab yang memungkinkan dirinya terbebas dari keburukan ketika datangnya fitnah (ujian). Oleh karena itu, seorang hamba –walau dia telah sampai pada kondisi (keimanan)-nya saat ini– tak ada kepastian bahwa dia akan selamat.

Allah tidak pernah zalim

إِنَّ اللّهَ لاَ يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئاً وَلَـكِنَّ النَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun. Akan tetapi, manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” (Qs. Yunus: 44)

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala hal yang kamu mohon kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Qs. Ibrahim: 34)

وَأَنذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ فَيَقُولُ الَّذِينَ ظَلَمُواْ رَبَّنَا أَخِّرْنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُّجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ أَوَلَمْ تَكُونُواْ أَقْسَمْتُم مِّن قَبْلُ مَا لَكُم مِّن زَوَالٍ

“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) azab datang kepada mereka, maka orang-orang yang zalim berkata, ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan-Mu dan akan mengikuti rasul-rasul.’ (Dikatakan kepada mereka), ‘Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?’” (Qs. Ibrahim: 44)

رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللّهُ عَزِيزاً حَكِيماً

“(Kami utus mereka) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan Allah itu Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Qs. An-Nisa’: 165)

Wahai orang yang berani melawan Allah, lawanlah jika engkau yakin kuasa ada di tanganmu!

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ أَنَّى يُصْرَفُونَ

“Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah? Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan?” (Qs. Al-Mu’min: 69)

Sungguh sayang, ternyata perlawananmu terhadap Rabb semesta alam tak ‘kan membuahkan kemenangan. Sudah banyak para pembangkang di masa lalu yang mencobanya, namun buktinya mereka selalu gagal bahkan mustahil memenangkannya.

وَالَّذِينَ يُحَاجُّونَ فِي اللَّهِ مِن بَعْدِ مَا اسْتُجِيبَ لَهُ حُجَّتُهُمْ دَاحِضَةٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ

“Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima, bantahan mereka itu sia-sia saja di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras.” (Qs. Asy-Syura: 16)

وَقَوْمَ نُوحٍ لَّمَّا كَذَّبُوا الرُّسُلَ أَغْرَقْنَاهُمْ وَجَعَلْنَاهُمْ لِلنَّاسِ آيَةً وَأَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ عَذَاباً أَلِيماً

“Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (kisah) mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan azab yang pedih bagi orang-orang zalim.” (Qs. Al-Furqan: 37)

Betapa pendek ingatan kita

Adakah yang masih ingat suara air bah Tsunami Aceh yang meluap dan menerabas benda-benda mati dan makhluk hidup yang dilaluinya?
Adakah yang masih ingat hiruk-pikuk orang-orang yang sibuk menyelamatkan diri dari bencana meletusnya Gunung Merapi?
Adakah yang masih ingat guncangan gempa Wasior yang membuat segalanya porak-poranda?
Adakah yang masih ingat keterpurukan Jepang selepas gempa yang dahsyat?
Adakah yang masih ingat ketidakberdayaan manusia melawan badai katrina dan badai irene di Amerika Serikat?

Sungguh sering ingatan kita yang begitu pendek membuat kita pilu bukan main di suatu saat.
Lalu, tak berselang lama setelah itu, mulailah lagi tawa kita membahana dan kelalaian kita menari-nari.

Sungguh, hanya orang-orang yang senantiasa mengingat Allah yang selalu waspada di setiap jengkal hidupnya.

Kita takut, kita berharap

Maksud kandungan ayat tersebut (surat Al-A’raf: 96—99 diatas) adalah bahwa seorang hamba wajib merasa takut kepada Allah, bersegera menuju Allah dengan penuh rasa harap dan cemas. Jika dia melihat dosa-dosanya dan ancaman Allah dan siksa-Nya yang pedih maka dia akan tunduk dan merasa takut. Jika dia melihat sikap-sikapnya yang berlebihan, baik yang umum maupun yang khusus, maka dia akan memohon kepada Allah –dengan penuh harap dan sungguh berhasrat– agar semua sikapnya itu berkenaan dimaafkan (oleh Allah, pen.). (Al-Qaul As-Sadid Syarh Kitabut Tauhid, juz 1, hlm. 124)

Jika dia diberi taufik untuk taat dengan mengharap ridha Rabb-nya maka nikmat tersebut menjadi sempurna dengan diterimanya amalan ketaatan itu. Dirinya takut jikalau amalannya itu ditolak, dia juga takut jika amalannya itu kurang sempurna. Jika dia bermaksiat, dia menggantungkan harap agar sekiranya Rabb-nya berkenan menerima taubatnya dan berkenan menghapusnya.
Dirinya takut – karena sebab kelemahan taubatnya dan kelemahan perhatiannya akan dosa – bahwa dosa itu akan menimbulkan hukuman baginya. Adapun saat nikmat dan kemudahan datang, dia berharap kepada Allah agar mengekalkannya dan menambahnya serta melimpahkan taufik kepadanya untuk bersyukur. Dirinya pun takut jika nikmat taufik itu memudar jika dia ingkar nikmat. (Al-Qaul As-Sadid Syarh Kitabut Tauhid, juz 1, hlm. 124)

Di waktu ada kejadian yang tidak disukainya dan terjadi musibah yang menimpanya, dia berharap kepada Allah agar mengangkat kesukaran tersebut dan dia menanti kelapangan yang akan menguapkan kesukaran tadi. Jiwanya juga berharap Allah mengaruniakan pahala atas musibah tersebut ketika dia melaluinya dengan penuh kesabaran. Dia takut bila dua musibah (yaitu musibah di dunia dan di akhirat, pen.) berkumpul maka akan lenyaplah pahala yang begitu dicintainya serta terjadilah peristiwa yang dibenci, jika dia tidak menjalankan kesabaran yang wajib. (Al-Qaul As-Sadid Syarh Kitabut Tauhid, juz 1, hlm. 124)

Bagi Anda yang merasa aman dari makar Allah, hati-hatilah dari dua sebab yang membinasakan:

Pertama:berpaling dari agama dan syariat

Seorang hamba berpaling dari agama dan lalai dari mengenal Rabb-nya serta lalai dari mengetahui hak-hak orang lain atas harta yang dimilikinya, dan dia bermudah-mudah atas hal tersebut. Karenanya, dia akan senantiasa menjadi orang yang berpaling lagi lalai dan menyepelekan kewajiban, “tekun dan sabar” mengerjakan perbuatan-perbuatan haram, hingga rasa takut kepada Allah akhirnya lenyap dari hatinya dan tak ada lagi sedikit pun iman yang tersisa di hatinya, karena iman itu mengandung rasa takut kepada Allah serta takut akan azab-Nya di dunia maupun di akhirat.

Kedua: Beribadah didasari atas kebodohan

Hamba tersebut beribadah dengan bekal kejahilan, kagum terhadap dirinya, dan tertipu oleh amalannya. Sebagai akibatnya, dia senantiasa hidup dalam kejahilan hingga dia menyimpulkan sendiri baik-buruk amalannya dan sirna pula rasa takut akan hisab amal tersebut.
Menurutnya, dia memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah sehingga dia akan aman dari makar Allah, padahal sebenarnya dia benar-benar buta akan dirinya yang lemah dan hina. Berawal dari ini semua, hamba tersebut menelantarkan dirinya dan mendirikan penghalang antara dirinya dengan hidayah taufik, karena dia sendirilah yang telah berbuat dosa.

Dengan perincian ini, telah diketahui betapa agung perkara ini (rasa takut dan harap kepada Allah, pen.) untuk (menyempurnakan) tauhid seseorang. (Al-Qaul As-Sadid Syarh Kitabut Tauhid, juz 1, jlm. 126)

Ayat-ayat Allah telah disampaikan. Semoga banyak hati yang terbuka untuk menerima kebenaran, menjauhi kelalaian, menghindari dosa dan kemaksiatan, serta sibuk menambah amalan kebajikan untuk bekal kehidupan yang tiada akan ada penghujungnya kelak.

sumber:*Voa-Islam




0 comments:

Post a Comment